Air minum yang sehat tentu penting untuk menjaga kesehatan tubuh dan mencegah berbagai penyakit. Namun, masih banyak perdebatan mengenai mana yang lebih baik antara air minum dalam kemasan dan air rebusan. Selain faktor kesehatan, dampak lingkungan dari kedua jenis air minum ini juga perlu diperhatikan. Artikel ini akan membahas mitos dan fakta seputar konsumsi air minum berdasarkan berbagai penelitian terbaru mengenai kualitas air minum dan kebersihan lingkungan.
1. Mitos: Air minum isi ulang selalu lebih aman dibandingkan air rebusan
Fakta: Air minum isi ulang memang telah melalui proses filtrasi dan sterilisasi, tetapi tidak semua memenuhi standar kebersihan yang baik. Penelitian dari Institut Pertanian Bogor dan Badan Pengawas Obat dan Makanan menunjukkan bahwa sekitar 32,5% sampel air dari depot air minum isi ulang (DAMIU) mengandung bakteri coliform yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Sebuah studi di Kota Jambi juga menemukan bahwa 9,4% DAMIU mengandung E. coli yang merupakan indikator kontaminasi feses.
Salah satu faktor utama yang sering diabaikan adalah proses pencucian galon. Sebagai wadah air minum, galon harus dalam kondisi bersih, tidak bocor, bebas bau, dan berusia kurang dari lima tahun. Sebelum diisi ulang, galon seharusnya disikat kurang dari 30 detik dan dibilas lebih dari 10 detik untuk memastikan tidak ada kotoran atau bakteri yang tersisa. Namun, penelitian menunjukkan bahwa lebih dari separuh DAMIU tidak mengganti sikat pencuci galon secara rutin dan lebih dari 60% tidak melakukan pembilasan dengan benar karena alasan menghemat air. Selain itu, kebersihan pekerja di DAMIU juga menjadi pemicunya. Beberapa pekerja tersebut menggunakan pakaian yang sama selama beberapa hari, padahal pakaian yang tidak dicuci berisiko menjadi sumber kontaminasi.
2. Mitos: Air rebusan lebih sehat karena bebas dari kuman
Fakta: Merebus air memang efektif membunuh bakteri dan virus, tetapi tidak dapat menghilangkan kandungan logam berat atau bahan kimia berbahaya yang mungkin ada di dalam air. Jika sumber airnya sudah tercemar limbah industri atau domestik, air rebusan tetap bisa berisiko bagi kesehatan, maka kita perlu pastikan sumber air bersih sebelum direbus.
3. Mitos 3: Air dari sungai aman dikonsumsi setelah direbus
Fakta: Banyak sungai di Indonesia mengalami pencemaran akibat limbah domestik dan industri. Parameter biochemical oxygen demand (BOD) dan chemical oxygen demand (COD) dalam air sungai sering kali tidak memenuhi standar karena tingginya limbah buangan. Merebus air sungai tidak menghilangkan logam berat atau bahan kimia berbahaya, sehingga tetap berisiko bagi kesehatan.
4. Mitos: Air minum dalam kemasan lebih ramah lingkungan dibandingkan air rebusan
Fakta: Produksi air kemasan membutuhkan banyak energi dan sumber daya alam. Selain itu, limbah plastik dari botol kemasan dapat bertahan di lingkungan selama puluhan hingga ratusan tahun. Banyak dari sampah plastik ini berakhir di laut atau tempat pembuangan sampah tanpa didaur ulang. Sebaliknya, air rebusan lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan limbah plastik. Namun, kalau direbus menggunakan bahan bakar fosil, maka tetap berkontribusi terhadap emisi karbon.
5. Mitos: Semua air kemasan memiliki dampak lingkungan yang besar
Fakta: Tidak semua air kemasan berdampak buruk pada lingkungan. Beberapa produsen sudah mulai menggunakan botol daur ulang dan sistem isi ulang untuk mengurangi limbah plastik. Selain itu, ada teknologi filtrasi air rumah tangga yang bisa menjadi alternatif untuk mengurangi konsumsi air kemasan sekali pakai.
Saran untuk Konsumsi Air dengan Bijak
Dari berbagai penelitian yang telah dikaji, tidak ada satu jenis air minum yang benar-benar sempurna. Baik air minum dalam kemasan maupun air rebusan, memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. Minum air bersih dan sehat adalah kebutuhan dasar yang tak bisa ditawar. Sebaiknya masyarakat lebih bijak dalam memilih sumber air minum dengan mempertimbangkan aspek kesehatan dan lingkungan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan masyarakat untuk memastikan konsumsi air yang sehat, yaitu:
- Memilih sumber air minum yang jelas dan terpercaya, baik itu air dalam kemasan yang memiliki izin BPOM maupun air sumur yang telah diuji kualitasnya.
- Jika menggunakan air isi ulang dari DAMIU, pastikan depot rutin memeriksa kualitas air, kebersihan pakaian dan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun para pekerjanya untuk menjaga kualitas air minum tetap higienis.
- Jika mengandalkan air rebusan, gunakan air yang bersih, misalnya dari PDAM atau air tanah yang telah difiltrasi untuk mengurangi risiko kontaminasi logam berat.
- Mengurangi konsumsi air minum dalam kemasan plastik sekali pakai dan beralih ke botol isi ulang yang lebih ramah lingkungan.
- Meningkatkan kesadaran tentang pentingnya sanitasi dan pengelolaan air bersih agar kualitas air di lingkungan tetap terjaga.
Daftar Pustaka
- Ashar, Y. K., Susilawati, S., & Agustina, D. (2020). Analisis Kualitas (BOD, COD, DO) Air Sungai Pesanggrahan Desa Rawadenok Kelurahan Rangkepan Jaya Baru Kecamatan Mas Kota Depok.
- Sihotang, W. S. (2021). Peran tim penggerak pemberdayaan kesejahteraan keluarga (PKK) dalam mengembangkan kesadaran hidup bersih dan sehat di Desa Singali Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru Kota Padangsidimpuan(Doctoral dissertation, IAIN Padangsidimpuan).
- Suryani, A., Kusumayati, A., Hartono, B., & Achmadi, U. F. (2024). Keberhasilan Upaya Penyehatan dan Higiene dan Sanitasi Air Minum dalam Meningkatkan Kualitas Bakteriologis Air Minum Isi Ulang. Jurnal Penelitian Kesehatan” SUARA FORIKES”(Journal of Health Research” Forikes Voice”), 15(4).
- Trisnaini, I., Sunarsih, E., & Septiawati, D. (2018). Analisis faktor risiko kualitas bakteriologis air minum isi ulang Di Kabupaten Ogan Ilir. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat, 9(1), 28-40.
Author: Lia Nur Uyun, S.Gz